Martabat dan tingkat yang dapat dicapai oleh orang yang beriman karena menerima petunjuk Tuhan sudah diterangkan, sebab-sebab orang menjadi kafir pun sudah dijelaskan. Orang yang pecah rohani dengan jasmaninya sehingga menjadi munafikpun sudah.
Manusia mempergunakan akalnya sudahlah dapat mengerti jalan mana yang akan dia tempuh, jalan selamat atau jalan celaka. Sekarang dihentikan itu dahulu dan disuruhlah manusia supaya dengan fikiran yang tenang memikirkan hubungannya dengan Tuhan.
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ – ٢١
Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.
“Wahai Manusia” (pangkal ayat 21)
Rata seruan kepada seluruh manusia yang telah dapat berfikir.
“Sembahlah olehmu akan Tuhanmu yang telah menciptakan”
Dari tidak ada, kamu telah diadakan dan hidup di atas bumi.
“Dan orang-orang yang sebelum kamu”
Artinya datang ke dunia mendapat sawah dan ladang, rumah tangga dan pusaka yang lain dari nenek moyang sehingga yang datang kemudian hanya melanjutkan apa yang dicencang dan dilatih oleh orang tua-tua. Maka orang tua-tua yang telah meninggalkan pusaka itupun Allah jualah yang menciptakan mereka. Disuruh mengingat itu
“Supaya kamu terpelihara” (ujung ayat 21).
Disuruh kamu mengingat itu agar insaf akan kedudukanmu dalam bumi ini.
Dengan mengingat diri mengingat kejadian nenek-moyang bersambung ingatan yang sekarang dengan zaman lampau, supaya kelak diwariskan lagi kepada anak-cucu, yaitu supaya selalu terpelihara atau dan memelihara diri dan kemanusiaan, jangan jatuh martabat jadi binatang.
Yaitu dengan jalan beribadat, berbakti dan menyembah kepada Tuhan, mensyukuri nikmat yang telah dilimpahkan-Nya.
Buya Hamka menafsirkan la’allakum tattaqun dalam ayat ini, tidak menyebut sebagai supaya kamu bertaqwa. Tetapi supaya kamu terpelihara. Karena sejatinya mengingatkan tugas manusia yaitu beribadah kepada Allah dan menjauhi segala larangannya. Dengan sikap taqwa, menurut Buya Hamka akan menjauhi manusia dari sifat-sifat kebinatangannya. Itulah defenisi taqwa yang diberikan Hamka pada ayat ini.
Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura


























Leave a Reply