Tajdeed.id Kanal Tafsir Berkemajuan

Mengenal Imam Al-Sa’dy, Arsitek di Balik Kitab Tafsir Al-Sa’dy

Imam al-Sa'dy

Berbicara mengenai disiplin ilmu tafsir berarti membicarakan produk budaya intelektual yang dilahirkan oleh para mufassir dari zaman klasik hingga zaman kontemporer. Maka hal itu tentunya tidak akan terlepas dari tantangan-perkembangan zaman.

Saat ini kita dihadapkan dengan berbagai persoalan yang kompleks, berbagai masalah yang timbul ditengah-tengah masyarakat yang menuntut reinterpretesi al-Qur’an hingga bisa menjadi alat untuk solusi dalam berbagai persoalan kehidupan yang berjalan.

Pada zaman sekarang pun masih berkembangnya berbagai disiplin ilmu tafsir. Dimulai dengan kemajemukan corak pemikiran, metode-metode baru, dan berbagai kitab yang selalu mengupas al-Qur’an selama empat belas abad ini. Selain itu, khazanah intelektual Islam begitu digemukkan dengan berbagai macam perspektif dan pendekatan dalam menafsirkan al-Qur’an.

Namun kebanyakan bagi kita yang baru ingin menyelami khazanah keilmuan Islam, terutama dalam bidang tafsir. Agaknya sedikit menyulitkan kita karena semakin rumitnya ragam pemikiran dan pendekatan yang dipakai oleh mufassir dalam menafsrikan al-Qur’an.

Mengenai hal tersebut, penulis cukup tertarik untuk memperkenalkan salah satu kitab tafsir yang cocok bagi kita yang baru menyentuh permukaan ilmu tafsir. Kitab tafsirnya bernama Taisir Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan atau dikenal dengan Tafsir al-Sa’dy yang ditulis oleh ‘Abdurrahman bin Nashir al-Sa’dy.

Biografi Imam al-Sa’dy

Nama lengkapnya adalah ‘Abdurrahman bin Nashir al-Sa’dy. Beliau lahir pada tanggal 7 Desember 189 Masehi bertepatan dengan 12 Muharram 1307 Hijriah di kota ‘Unaizah , al-Qashim yang merupakan provinsi yang terletak di tengah-tengah wilayah Saudi Arabia.

Provinsi al-Qashim ini dahulunya bernama Hejaz, menurut literatur sejarah pada zaman Nabi Muhammad dahulu terdapat musuh besar yang menentang Islam ia adalah Abu Jahal yang terletak tepatnya di Unaizah. Beliau bermazhab Hanafi dan merupakan salah satu ulama yang terpengaruh oleh pemikirannya dari Ibnu Taimiyyah.

Baca Juga  Ketika Perempuan Menggugat Agamanya: Pemikiran Mohsen Kadivar

Al-Sa’dy semenjak berumur empat tahun telah ditinggal wafat oleh ibunya. Kemudian di umur ke tujuh ditinggal wafat juga oleh ayahnya. Meski beliau tumbuh tanpa ditemani oleh kedua orang tuanya, namun ia berkembang dengan memiliki kecerdasan dan hasrat yang tinggi untuk mempelajari ilmu agama.

Berkat kecerdasan dan ketekunannya dalam mempelajari ilmu agama, ia berhasil membuktikannya dengan karyanya dalam bidang tafsir yakni Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan. Semasa hidupnya ia pernah mendirikan al-Maktabah al-Wathaniyyah di Unaizah pada tahun 1359/1360 Hijriyah.

Pernah juga dicalonkan sebagai Qadhi di ‘Unaizah pada tahun 1360 Hijriyah. Namun ia menolak karena ketawadhuannya. Kesehariannya dihiasi dengan menjadi pengajar, berceramah, berkhutbah, menjadi imam, mufti dan banyak lagi kegiatan-kegiatan keagamaan yang ia geluti.

Mengenal Model Penafsiran Imam al-Sa’dy

Kitab tafsir al-Sa’dy ini cukup menarik untuk dikaji. Karena kitab ini merupakan salah satu kitab tafsir kontemporer, seperti yang kita tahu tentunya wajah penafsirannya lebih relevan dengan situasi saat ini. Di samping itu ada yang lebih menarik dari kitab tafsir ini, yaitu terletak pada penamaan dengan Taisir Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan.

Dari namanya saja, sepintas dapat dipahami bahwa al-Sa’dy ingin lebih menekankan kemudahan dalam memahami makna yang termaktub dalam al-Qur’an dengan uslubnya yang mudah untuk dipahami.

Ketika banyak para mufassir yang menafsirkan al-Qur’an dengan panjang dan lebar, bahkan terkadang tafsir tersebut keluar pada sebagian besar pembahasan dari yang ingin dimaksudkan. Tidak demikian dengan tafsir al-Sa’dy. Ia malah menampilkan tafsir dengan metode yang sederhana, komprehensif dan berfokus pada tujuan diturunkannya al-Qur’an untuk memudahkan orang mengkaji dan mentadabburi al-Qur’an.

Kitab Tafsir yang Cocok Untuk Pemula

‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Aqil dan Syekh al-Utsmaini mengatakan bahwa kitab tafsir Imam al-Sa’dy memiliki gaya bahasa yang sangat mudah untuk dipahami, tidak samar, sangat jelas,diungkapkan dengan bahasa yang begitu singkat dan tidak terlalu berbelit-belit dalam hal penyampaian katanya.

Baca Juga  Tafsir Al-Maun Ayat 4: Mereka yang Celaka dalam Shalat

Jadi, kitab tafsir ini sangat direkomendasikan untuk kita yang masih baru belajar ataupun baru menyelami disiplin Ilmu tafsir. Tapi dengan catatan jangan berhenti sampai kitab ini saja. Melainkan selamilah lebih banyak kitab tafsir agar bisa menghasilkan pemikiran yang lebih meluas dan dinamis.

Selain itu, pada kitab tafsir ini tertuang beberapa tema yang menjadi konsentrasinya. Dalam menulis kitab ini al-Sa’dy fokus membahas tentang akidah salaf,  mengharap ridha Allah, istinbath hukum-hukum syari’at, qawaid dan ushul dan beberapa hal lain yang berkaitan dengan suatu penafsiran.

Namun yang paling menjadi perhatiannya merupakan persoalan akidah tentang ayat-ayat sifat, yang sesuai dengan akidahnya orang salaf. (Herlambang :2018, h. 53). Maka tidak heran jika kitab tafsir ini sering dijadikan oleh kaum salafi sebagai kitab rujukan mereka.

Kelebihan

Semua kitab tafsir itu tentu memiliki kekurangan dan kelebihan, tak terkecuali dengan tafsir Imam al-Sa’dy ini. Tafsir ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan karya-karya tafsir lainnya. Dikutip dari perkataan Syekh al-Utsaimin dalam mukadimahnya terhadap tafsir Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan, ia mengungkapkan setidaknya, tafsir ini memiliki enam keunggulan, di antaranya :

Pertama, memiliki ibarat yang mudah dan jelas sehingga siapapun dapat memahaminya, baik orang yang pakar dalam bidang tafsir maupun calon mufassir yang baru menyelami bidang tafsir.

Kedua, Imam al-Sa’dy menghindari ungkapan-ungkapan yang tidak berfaedah maupun bertele-tele. Sehingga minimnya pemikiran tidak jelas yang mewarnai penafsiran beliau.

Ketiga, Imam al-Sa’dy menghindari menyebutkan perbedaan pendapat. Biasanya mufassir zaman klasik sering memaparkan berbagai perbedaan pendapat dalam penafsirannya. Namun tidak demikian bagi al-Sa’dy. Beliau justru menghindari hal tersebut, kecuali perbedaan pendapat tersebut memang harus diutarakan. Ini tentunya merupakan hal yang bagus, agar pembaca terfokus kepada tafsir yang hendak disampaikannya.

Baca Juga  Kisah Qarun sebagai Peringatan Bagi Koruptor

Keempat, dalam beberapa ayat yang menyebutkan sifat-sifat Allah, Imam al-Sa’dy secara konsisten berpegang teguh kepada manhaj salaf. Ia bahkan terlihat tidak melakukan tahrif (merubah makna) maupun takwil (melakukan penakwilan). Ini memang sesuai dengan pemikirannya kaum salaf, karena mereka sangat berhati-hati apalagi menyangkut dengan al-Qur’an.

Kekurangan

Pertama, kitab ini tidak menyebutkan sanad secara keseluruhan. Sekalipun riwayat-riwayat yang ditampilkan adalah riwayat yang menurutnya bisa diterima. Namun tetap saja, penyebutan sanad itu sangatlah penting. Karena diantara jalan untuk mengetahui kualitas dari suatu riwayat adalah dengan melihat mata rantai hadisnya.

Kedua, sumber rujukan pada tafsir ini tidak terlihat dalam kitabnya. Hal ini bisa saja memicu ketidakvalidan sebuah data. Selain itu tampaknya, hal ini bisa saja dilatarbelakangi oleh al-Sa’dy sendiri karena ia bermanhaj salafi. Maka ia hanya merujuk kepada al-Qur’an dan hadis.

Ketiga, karena bahasanya yang terlalu sederhana, maka kitab tafsir ini tidak begitu meluas seperti tafsir-tafsir lainnya. Tata bahasanya terlalu sederhana dan penjelasan yang cukup singkat. Sehingga banyak memberikan porsi kepada akidah salaf.

Keempat, kemudian ia juga menolak adanya pengubahan makna terhadap sifat-sifat Allah, ia tidak melakukan tahrif maupun takwil. Menurut penulis ini sebagai salah satu ciri tafsir al-Sa’dy, yakni terlihat tekstualis dalam penafsirannya.