Dalam upaya untuk merumuskan solusi alternatif atas berbagai persoalan yang dihadapi dunia muslim, telah memunculkan berbagai aliran pemikiran. Di antaranya aliran konservatif, aliran liberal, aliran moderat, dan lain-lain. Salah satu tren pemikiran yang muncul di era kontemporer adalah The Progressive Ijtihadists, atau Rational Reformism. Pemikiran progresif ini berupaya menafsir ulang ajaran agama (Islam) agar bisa menjawab ke butuhan masyarakat masa kini (Saeed, 2006: 142-150).
Meskipun substansinya tidak jauh berbeda dengan Islam Inklusif dan Islam Transformatif. Islam Progresif (Progressive Islam) merupakan istilah baru yang digunakan oleh para akademisi dan aktivis sejak beberapa tahun ini. Pemikiran ini memberikan label kepada pemahaman dan aksi-aksi umat Islam yang memperjuangkan penegakan nilai-nilai humanis. Sebut saja pengembangan civil society, demokrasi, keadilan, kesetaraan gender, pembelaan terhadap kaum minoritas, kaum tertindas dan pluralitas.
Realitas seperti ini yang memberikan inspirasi terhadap munculnya pemahaman dan aksi Islam Progresif. Kemudian memberikan perhatian seimbang antara kritik internal dan kritik eksternal. Kritik internal terhadap tradisi pemikiran sebagian umat Islam yang tidak menitikberatkan pada aspek-aspek kehidupan humanis. Atau memposisikan gerakan Islam Progresif pada gerakan modernis. Namun pada waktu yang bersamaan ia juga merupakan gerakan postmodernis/neomodernis. Karena ia juga bersikap kritis terhadap modernitas yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan sejati dan kemanusiaan.
Progressive ijtihadists sebagai kerangka pemikiran Islam progresif
Nilai keadilan, kebaikan dan keindahan adalah nilai-nilai universal Islam yang menjadi jiwa semua aspek keislaman. Oleh karena itu, semua ketentuan dan status hukum Islam tradisional yang tidak berpihak pada keadilan, kebaikan dan keindahan haruslah ditinggalkan. Untuk kemudian diganti dengan ke tentuan hukum yang sesuai dengan prinsip universal Islam dengan menggunakan pendekatan progressive ijtihadi.
Kerangka pemikiran Islam Progresif progressive ijtihadi seperti ini tidaklah berarti menciptakan sebuah agama atau ajaran baru. Melainkan mencoba merinterpretasi fondasi religius tradisional untuk mengakomodasi ke hidupan kontemporer, terutama dalam menjawab isu-isu kehidupan muslim masa kini.
Operasionalisasi ijtihad yang dilakukan oleh muslim progresif yang telah diutarakan di atas merupakan salah satu dari tiga model ijtihad yang berpengaruh sepanjang sejarah Islam. Yaitu: Pertama adalah text-based ijtihad, yakni metode pemikiran (ijtihad) yang lazim dilakukan oleh pemikir muslim klasik dan tengah serta masih memiliki banyak pengaruh di kalangan pemikir tradisionalis. Model pemikiran (ijtihad) seperti ini teks berkuasa penuh (textual-oriented approach), baik itu Al-Qur’an, Hadis ataupun pendapat ulama sebelumnya baik yang berupa ijma’ ataupun qiyas.
Kedua adalah eclectic ijtihad, yakni upaya memilih teks atau pendapat ulama sebelumnya yang paling mendukung pendapat dan posisi yang diyakininya. Dalam hubungan ini yang ada adalah upaya justifikasi bukan pencarian kebenaran,
Ketiga adalah context-based ijtihad, (maqasid al- syari’ah-based ijtihad) sebuah fenomena baru yang mencoba memahami masalah-masalah Islam dalam konteks kesejarahan dan konteks kekiniannya. Pada umum dan biasanya, pendapat akhirnya akan mengacu pada kemaslahatan umum sebagai maqasid al-syari’ah (Saeed, 2006: 55).
Relevansi Islam Progresif
kehadiran Islam Progresif merupakan suatu rumusan baru Islam yang sesuai dengan kehidupan demokrasi. Di dalam pemikiran Islam seperti ini semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama dan memperoleh perlakuan yang adil, kaum minoritas dilindungi dan dijamin hak-haknya secara setara.Oleh karena itu, transformasi Islam dalam pandangan Islam Progresif adalah identik dengan sosial kemanusiaan Islam dan Demokrasi, selain akan mengantarkan Islam dapat diterima oleh semua kalangan, juga kompatibel dengan kehidupan demokrasi. Dengan demikian nalar pembentukan Islam Progresif berperspektif demokrasi, pluralisme, dan HAM. Oleh karena itu, Islam sekarang ini harus mengakomodasi dan mencerminkan kesetaraan, keadilan, kemanusiaan, dan menjamin kemaslahatan.
Berpangkal tolak dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa prinsip-prinsip dasar Islam perlu mengapresiasi pluralisme (ta’addudiyah), nasionalitas (muwatanah), penegakan HAM ((iqamat al-huquq al-insaniyah), demokrasi (dimuqratiyah), kemaslahatan (maslahat), dan kesetaraan gender (al-musawah al-jinsiyah). Sedangkan alur penafsiran ajaran Islam seperti ini adalah Al-Qur’an dan al-Hadis, kemaslahatan, maqasid al-syari’ah, dan akal publik.
Kehadiran pemikiran dan gerakan Islam Progresif dan urgensinya dalam konteks Islam dewasa ini adalah bertujuan merumuskan seperangkat pemikiran dan gerakan Islam yang dapat menjadi referensi alternatif dan solutif bagi terciptanya
masyarakat berkeadilan yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Dengan kata lain suatu rumusan baru pemikiran yang sesuai dengan kehidupan masyarakat kontemporer sekarang ini. Dalam pemikiran dan gerakan Islam Progresif kedudukan semua warga negara setara (equal) dan memperoleh perlakuan yang adil, terutama jaminan kebebasan berkeyakinan, kaum minoritas, baik minoritas dalam segi agama, ekonomi, etnis dan lain-lain dilindungi dan dijamin hak-haknya secara setara dan adil.
Penyunting: Ahmed Zaranggi Ar Ridho


























Kanal Tafsir Berkemajuan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.