Tajdeed.id Kanal Tafsir Berkemajuan

Dari Fundamentalis Menuju Teroris: Menguak Misteri Tujuan Para Teroris

Teroris
Sumber: ibtimes.id

Belum lama ini, masyarakat Indonesia kembali dikejutkan dengan peristiwa bom bunuh diri di gereja Katedral, Makassar. Kemudian hanya berselang beberapa hari setelah peristiwa bom bunuh diri. Terjadi lagi penembakan yang diduga aksi teror di kawasan gedung Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta selatan.

Maraknya Aksi Teror

Di mancanegara, aksi teror semakin sering terjadi dengan menggunakan bahan peledak, aksi penembakan maupun media lainnya. Kejadian-kejadian teror yang menyelimuti ranah Indonesia baru ini bisa dikatakan hampir beruntun. Ini menunjukkan adanya keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Di media sosial, netizen meresponnya dengan berbagai kutukan dan kecaman kepada pelaku aksi teror. Hal ini setidaknya menunjukkan respon penolakan publik terhadap cara-cara yang sangat tidak manusiawi dalam mewujudkan tujuannya.

Teroris pada dasarnya tidak melulu memiliki target spesifik saat melancarkan aksinya. Karena sebagian tujuan dari mereka adalah menyampaikan pesan perlawanan dan menciptakan ketakutan di masyarakat.

Mari kita coba flashback pada puluhan tahun terakhir. Beberapa aliran maupun kelompok Islam telah banyak melahirkan cara berpikir yang sangat dangkal dan keliru. Mereka berusaha memaparkan dan membentuk persepsi tersendiri tentang sejumlah permasalahan agama yang sangat ekstrem, walaupun mereka tidak memiliki kapasitas dalam memahami syari’ah. Sehingga cara pandangan versi mereka terhadap sejumlah permasalahan agama dinilai sangat menyimpang dan tidak utuh.

Kaum teroris senantiasa merasa diri sebagai “pejuang Tuhan” yang terpanggil untuk bertindak atas nama Tuhan dan agama. Menjadi “tangan Tuhan” di muka bumi yang mereka anggap sebagai upaya dalam merealisasikan kemurkaan Tuhan kemudian berujung dalam bentuk resistensi: pemboman, penembakan dan aksi-aksi teror lainnya (Al-Azhary: 2015, hal. 163).

Dari Fundamentalis Menuju Teroris

Jika kita melihat dari sisi ideologis, di kalangan muslim Indonesia khususnya setelah periode Reformasi, diskursus tentang khilafah, kenginginan mendirikan negara Islam, jihad, bai’at hingga ke berbagai bentuk aksi terotisme, bukanlah hal yang asing. Berangkat dari fakta tersebut, sejarah telah membuktikan bahwa banyak gerakan-gerakan radikal dan fundamentalis berubah menjadi aksi teroris.

Baca Juga  Pendidikan Karakter dalam Islam: Mewujudkan Pelajar Islam Berakhlaq

Lebih mirisnya lagi dengan defisit akal sehat mereka sudah mampu untuk memonopoli tafsir atas wacana tentang negara Islam, jihad dan term politik Islam lainnya. Coba kita kaji bagaimana mereka yang fundamentalis dan radikalis bisa mengalami defisit akal sehat sehingga melahirkan berbagai aksi terorisme.

Dari 2 peristiwa yang terjadi baru-baru ini, yakni aksi teror di Mabes Polri dan pelaku bom bunuh diri di Makasar. Ditemukan surat pada masing-masing pelaku yang dinilai memiliki sejumlah kesamaan, yakni pada bagian awal surat. Surat itu sama-sama menunjukkan surat wasiat yang ditujukan kepada masing-masing keluarga dari pelaku.

Di samping itu, dalam surat tersebut para terduga teroris juga meminta maaf atas aksi yang mereka lakukan. Dan lebih uniknya lagi di dalam surat wasiat tersebut, terdapat suatu pemikiran yang sama-sama dangkal yaitu meminta keluarga mereka untuk meninggalkan segala jenis bank. Karena menurut mereka itu merupakan tindakan riba.

Terjebak Pemahaman Sempit

Selain itu di dalam salah satu surat yang dianggap sebagai wasiat dari pelaku aksi teror di Mabes Polri juga terdapat seruan untuk tidak terlibat dalam pemilu. Kemudian menganggap bahwa demokrasi, Pancasila, UUD merupakan suatu sistem yang dibuat oleh orang kafir.

Dari pemahaman ini saja kita sudah dapat menilai bahwa pemikiran para pelaku teroris sudah terkontaminasi dengan perspesi yang begitu sempit. Di mana pemikiran yang sempit tersebut melahirkan pemikiran yang fundamentalis kemudian menciptakan aksi teroris.

Berangkat dari persepsi para pelaku aksi teror, kita dapat memahami bahwa kaum fundamentalis Islam sangat anti demokrasi, anti sistem yang bukan dari ideologi mereka. Karena jika kita kaji lebih spesifik, kaum fundamentalis ini selalu mengikuti suatu pola yang dipersepsikan sebagai “kezaliman”. Sehingga jajaran pemerintah yang dilabeli sebagai pelaku kezaliman dianggap mereka sebagai musuh dan lahan ihad bagi mereka.

Baca Juga  Refleksi Ayat Isrāf: Pentingnya Bertindak Terukur

Menguak Tujuan Teroris

Pada salah satu surat yang dituliskan oleh pelaku teror terdapat pernyataan bahwa amalan jihad yang dilakukan dengan aksi teror tersebut akan membantu memberikan syafa’at kepada keluarganya di akhirat kelak. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa jihad dengan cara tersebut merupakan amalan tertinggi dalam Islam.

Kalau dilihat dari tipikal pelaku teror yang dilakukan ke Mabes Polri, dalam surat wasiat ada bagian yang menyinggung masalah jihad. Dari situ dapat kita maknai bahwa pada kalangan mereka jihad dipahami dengan pengertian yang sempit yaitu perang dalam makna membunuh.

Namun sebelumnya, penulis ingin memunculkan suatu pertanyaan yang sedikit menarik tentang teror yang dilakukan oleh satu wanita dengan bermodalkan satu pistol tersebut. Mengapa yang diteror harus markas polisi? Apa sebenarnya pesan yang ingin mereka sampaikan?

Terdapat berbagai pendapat di kalangan netizen tatkala mereka ikut mengomentari kejadian teror tersebut, Di antaranya ada yang menilainya sebagai suatu tindakan yang bodoh. Tapi menurut penulis, serangan yang seperti ini dapat diartikan bahwa tujuan utama dari penyerangan tesebut adalah upaya untuk mengirimkan suatu pesan.

Pesan di Balik Aksi Teror

Pesan apa yang hendak disampaikan? Aksi teror ini bisa dikatakan adalah bentuk penunjukkan identitas kelompoknya. Bahwa mereka bisa melakukan apa saja. Logikanya, jika mereka mampu menodongkan pistol kepada aparat negara dengan bermodalkan satu pistol di tangan seorang wanita, bagaimana jika itu terjadi kepada rakyat sipil yang berbeda agama atau bahkan berbeda pemahaman dengan mereka?

Itu tidak menutup kemungkinan bahwa kejadian seperti itu akan terulang kembali. Namun di samping itu juga, teror ini bisa dikatakan sebagai bentuk upaya mereka dalam memerangi pemerintahan yang thagut versi mereka. Masuk akal memang jikalau pelaku teror tersebut lebih memilih kantor polisi dikarenakan polisi sebagai aparat yang membantu dan melindungi pemerintahan dan NKRI.

Baca Juga  Interupsi Al-Qur’an atas Korupsi: Refleksi Al-Baqarah Ayat 188

Namun berangkat dari semua fakta tersebut, kita sama-sama khawatir tentunya bahwa tujuan sebenarnya dari aksi teror belakangan ini adalah pesan yang tertuju pada mereka yang memiliki pemahaman yang sama agar melakukan hal yang serupa!

Namun ada sedikit yang mengganjal terhadap surat yang ditulis oleh kedua pelaku teror, baik di Makassar maupun di Mabes Polri. Di wasiat tersebut mereka sama-sama menunjukkan permintaan maaf. Mereka juga masih mengkhawatirkan keluarga mereka dan berharap mereka dikumpulkan kembali di surga kelak. Hal itu menandakan bahwa terjadi pergeseran pola pencucian otak yang dilakukan oleh pemimpin dari kelompok teroris.

Mungkin ada semacam penanaman yang lebih lembut dalam pengertian menggapai deep sense seseorang dalam perekrutan untuk menjadi anggota teroris. Contoh di dalam surat tersebut pelaku ingin membawa keluarganya ke surga dan berkumpul di sana. Jadi itu merupakan upaya dalam mengiming-imingi anggota terornya bahwa ia bisa membawa keluarganya ke surga dengan tindakan yang tidak manusiawi tersebut. Wallahu’alam

Penyunting: M. Bukhari Muslim