Tajdeed.id Kanal Tafsir Berkemajuan

Syuhudi Ismail; Pelopor Pengembangan Studi Hadis di Indonesia

Syuhudi Ismail
Sumber: Google.com

Nama lengkapnya ialah Muhammad Syuhudi Ismail. Namun, dikalangan pengkaji hadis di Indonesia lebih akrab dengan sapaan Syuhudi Ismail. Ia lahir di Lumajang, Jawa Timur pada tanggal 23 April 1943. Lahir dari keluarga saudagar yang taat beragama, sehingga kelak sedikit banyak mempengaruhi kehidupan spiritual Syuhudi Ismail. Walaupun berasal dari wilayah pelosok Jawa Timur (Lumajang), tidak menghalangi semangatnya dalam mencari ilmu.

Syuhudi Ismail mengawali pendidikannya pada Sekolah Rakyat Negeri (SRN) di Sidorejo pada umur 12 tahun. Di masa kini, lembaga pendidikan tersebut setara dengan bangku SD (Sekolah Dasar). Setelah lulus dari Sekolah Rakyat (SR), ia melanjutkan pendidikannya di PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) di Malang selama empat tahun (lulus 1959). Dari PGAN, Syuhudi Ismail lalu melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu di PHIN (Pendidikan Hakim Islam Negeri) Yogyakarta dan lulus pada tahun 1961.

Merasa belum puas dengan ilmu-ilmu yang telah dipelajarinya, lanjutlah studinya di Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta cabang Makassar (kemudian berubah menjadi IAIN Alauddin Makassar). Setelah lulus dengan mendapatkan ijazah Sarjana Muda (lulus tahun 1965), Syuhudi Ismail kembali melanjutkan studinya di Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin Ujung Pandang (lulus tahun 1973). Dari Ujung Pandang (Makassar) ini, lalu ia kembali lagi ke Jawa, tepatnya di Yogyakarta untuk menempuh pendidikan Studi Purna Sarjana (SPS) di IAIN Sunan Kalijaga (tahun 1978-1979).

Pada rangkaian studi berikutnya, ia menyelesaikan studi S2 pada Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (lulus tahun 1985). Dan pada jenjang pendidikan tertingginya (doktoral), berhasil diselesaikannya dengan ujian promosi doktor pada tanggal 28 Nopember 1987. Desertasinya yang berjudul Kaedah Keshahihan Sanad Hadis sangat populer di kalangan pengkaji hadis di Indonesia hingga saat ini.

Baca Juga  Tiga Ahli Tafsir yang Pernah Jadi Jurnalis

Desertasinya tersebut dibukukan menjadi sebuah buku sejak tahun 1988. Dengan diterbitkan desertasinya tersebut, tidak menjadi akhir dari perjalanan intelektual Syuhudi Ismail. Justru, pada masa-masa berikutnya, ia menjadi semakin produktif melahirkan karya-karya tulis. Beberapa buku dan puluhan artikel telah dihasilkan.

***

Beberapa karya tulis Syuhudi Ismail yang berwujud buku diantaranya: Cara Praktis Mencari Hadis; Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’an al-Hadis tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal (Terbit 1984); Pengantar Ilmu Hadis (Terbit Tahun 1987); Kaidah Keshahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Terbit tahun 1987); dan Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Dan masih banyak lagi karya-karya tulis lainnya yang berwujud artikel dan makalah, baik seputar hukum (fikih), pemikiran Islam, filsafat, dan studi hadis. Tak terkecuali sumbangan tulisannya sebanyak 13 judul entri dalam Buku Ensiklopedi Islam.

Belum lagi dengan karya-karya tulisnya yang berupa buku pedoman. Karena memang ia pernah menjadi ketua Tim Penyusun Kurikulum Ulumul Hadis I-IX untuk IAIN se-Indonesia pada tahun 1993. Dua buku Syuhudi Ismail yang paling mendapat perhatian para peminat kajian hadis ialah buku yang berjudul Kaedah Keshahihan Sanad Hadis dan Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Namun, buku yang menjadi semacam magnum opus-nya ialah Kaedah Keshahihan Sanad Hadis. Dalam bukunya tersebut, ia sukses membuktikan bahwa metode penelitian hadis yang dikembangkan para ulama hadis klasik memiliki akurasi yang tinggi.

Bahkan menurut Nasaruddin Umar, karya Syuhudi Ismail tersebut hampir dapat ditemui di beberapa perpustakaan besar di Kanada, Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Beberapa tokoh orientalis dikabarkan menaruh perhatian yang lebih untuk mengkaji karya Syuhudi Ismail tersebut. Ini menunjukkan bahwa, karya Syuhudi Ismail membawa pengaruh yang cukup signifikan bagi pengembangan studi hadis di Indonesia pada masa-masa berikutnya.

Baca Juga  Tafsir-tafsir di Indonesia dari Masa ke Masa

Berkat ketekunan dan produktifitasnya dalam menghasilkan berbagai karya tulis ilmiah, Syuhudi Ismail menapaki puncak kegemilangan karir intelektual. Ini ditunjukkan dengan diraihnya gelar tertinggi dalam ranah akademik, yaitu guru besar (Professor) di bidang Hadis dan Ilmu hadis pada tahun 1994. Pada pidato pengukuhan guru besarnya, Syuhudi Ismail menyampaikan tentang pentingnya memahami hadis secara tekstual dan kontekstual. Dimana pidatonya ini kemudian terbit menjadi sebuah buku dengan judul Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual.

***

Seperti pada umumnya para akademisi, Syuhudi Ismail dalam meniti karir intelektualnya tidak dapat dilepaskan dari aktifitas mengajar. Walaupun memang, pekerjaan Syuhudi diawali dengan menjadi pegawai Pengadilan Agama Tinggi (Mahkamah Syar’iyyah Propinsi) di Ujung Pandang (dari tahun 1962-1970). Namun, seiring dengan naiknya jenjang pendidikan tinggi yang diraihnya, Syuhudi ditunjuk menjadi salah satu Staf Pengajar (Dosen) di berbagai Perguruan Tinggi Islam di Ujung Pandang, seperti Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin Ujung Pandang (sejak 1967), Fakultas Tarbiyah UNISMUH Makassar di Ujung Pandang dan Enrekang (tahun 1974-1979), Fakultas Ushuluddin dan Syari’ah Universitas Muslim Indonesia (UMI) Ujung Pandang (tahun 1976-1982), dan Pesantren IMMIM Tamalanrea, Ujung Pandang (tahun 1973-1978).

Jabatan tertinggi pernah diemban ketika Syuhudi dipercaya menjadi Direktur Program Pascasarjana IAIN Alauddin, Ujung Pandang mulai dari tahun 1995-wafat. Syuhudi Ismail meninggal pada tanggal 19 Nopember 1995 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Lalu jasadnya dimakamkan di Pekuburan Islam (Arab), Bontoala, Ujung Pandang pada tanggal 20 Nopember 1995.

Syuhudi Ismail dan Studi Hadis di Indonesia

Berbicara mengenai studi hadis di Indonesia, orang akan lebih sering mengingat nama Hasbi ash-Shiddeqy. Tokoh seperti Syuhudi Ismail ini kiranya patut jika ‘disandingkan’ dengan nama besar Hasbi ash-Shiddieqy (dalam konteks pengembangan studi hadis di Indonesia), dengan melihat kiprah dan karya masing-masing. Keduanya memang sama-sama mengembangkan studi hadis di ranah akademik (kampus) dengan berbagai rumusan metodologisnya.

Baca Juga  Menumbuhkan Rasa Nasionalisme Perspektif al-Qur’an

Syuhudi Ismail menawarkan dan juga ‘mengkampanyekan’ upaya kritis dalam mengkaji hadis. Upaya kritis disini ditempuh dengan mengkaji unsur hadis (sanad dan matan) melalui sebuah metodologi yang ditawarkannya. Hal ini kemudian mempengaruhi cara pandang orang terhadap hadis, dimana sebuah hadis tidak serta-merta diterima begitu saja, sebelum dilakukan kajian serius terhadapnya. Kajian yang dimaksud ini, bertujuan untuk mengetahui sisi orisinalitasnya, meskipun pekerjaan ini telah dilakukan oleh para ulama hadis terdahulu.

Tidak hanya sampai disitu saja, Syuhudi turut memperkenalkan pentingnya memahami hadis secara tekstual dan kontekstual. Tokoh-tokoh sebelumnya memang telah menyinggung poin-poin tersebut, tetapi upaya secara serius dan komprehensif dilakukan oleh Syuhudi Ismail. Dengan menyusun suatu metode naqd as-sanad (mengkaji sanad hadis) dan naqd al-matan (mengkaji matan hadis) secara sistematis melalui karya-karyanya. Sehingga tidak mengherankan jika buku-buku pegangan Metodologi Penelitian Hadis yang beredar di Indonesia saat ini, hampir pasti selalu merujuk pada rumusan naqd al-hadis (Penelitian Hadis Nabi) Muhammad Syuhudi Ismail.

Editor: Ananul Nahari Hayunah