Tajdeed.id Kanal Tafsir Berkemajuan

Tafsir Ayat Qalamun : Perintah Untuk Menulis!

menulis
Sumber: Unsplash.com

Tradisi literasi menulis erat kaitannya dengan berkembangnya suatu peradaban. Begitu pula peradaban Islam yang sebagian dibangun oleh tradisi menulis. Peradaban Islam yang sampai sekarang ini berkembang, karena kontribusi para ulama dan intelektual Muslim yang menghidupkan tradisi menulis.

Sebut saja Imam Bukhari, Ibnu Taimiyah, Imam Ghazali, Fakhruddin Ar-Razi dan para intelektual muslim lainnya yang telah melahirkan puluhan kitab berjilid tebal. Seberapa penting sebenarnya tradisi menulis ini dalam Al-Qur’an?

Salah satu ayat yang dapat menjadi inspirasi para intelektual muslim untuk menulis adalah Q.S Al-Qalam ayat 1 :

Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan

Q.S al-Qalam [68]: 1

Makna kata Qalamun

Menurut Ibnu Manzhur dalam Lisanul Arab, kata qalam berati sesuatu yang ditulis dengannya dan jamaknya adalah أَقْلاَمٌ وَ وَقِلاَمٌ.

Ibnu Katsir sebagaimana yang disebutkan dalam tafsir riwayatnya dari Ibnu Jarir, bahwa yang mula-mula sekali diciptakan oleh Tuhan dari makhluk-Nya adalah qalam atau pena. Kemudian Allah memerintahkan kepadanya (qalam) untuk menulis segala sesuatu yang akan terjadi sampai hari kiamat.

Riwayat lain mengatakan qalam adalah pena yang diperintahkan Allah untuk mencatat semua takdir makhluknya, dan ada pula riwayat lain mengatakan mencatat segala amal perbuatan semua hamba.

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah-nya, makna qalam ada yang memahaminya dalam arti sempit yakni pena tertentu, ada juga yang memahaminya secara umum yakni alat tulis apapun termasuk komputer sekalipun.

Ada pula yang memahaminya lain secara sempit sebagai pena yang digunakan malaikat untuk menulis takdir, yang tercantum di Lauh Mahfuzh. Namun, Quraish Shihab lebih memilih memahaminya secara umum, karena sejalan dengan perintah ”iqra”/ membaca yang merupakan wahyu pertama.

Baca Juga  Terjemah Al-Quran dan Upaya Merespon Dinamika Masyarakat

Tafsir Qalamun

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, ayat ini dapat diilustrasikan dengan 3 benda atau 3 hal yang membuat manusia berkembang sampai saat ini. Yaitu, huruf  Nun itu dengan tinta, qalam itu dengan pena yang kita buat untuk menulis. Dan sumpah dengan apa yang mereka tuliskan, ialah hasil dan buah pena ahli-ahli pengetahuan yang menyebarkan ilmu dengan tulisan.

Ar-Razi dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib, bahwa Allah memudahkan menulis dengan pena sebagaimana pula Allah memudahkan manusia dalam berbicara menggunakan lisannya. Pena sebagai alat menulis mampu membuat sesuatu pemahaman seseorang yang sulit dipahami dalam berbicara menggunakan lisannya, menjadi mudah untuk dipahami menggunakan tulisan.

Tafsir Kementrian Agama menyatakan bahwa qalam itu termasuk nikmat besar yang dianugerakan Allah kepada manusia, disamping nikmat pandai berbicara dan menjelaskan sesuatu kepada orang lain.

Zubdatut Tafsir oleh Sulaiman Al-Asyqar, qalam merupakan alat yang digunakan malaikat untuk menulis amal perbuatan. Aktifitas menulis adalah perbuatan yang mulia, karena menulis merupakan salah satu alat (mendapatkan) pengetahuan. Wahbah Zuhaili juga mengatakan, sumpah Allah kepada pena ini adalah bagian dari pemuliaan dan penghormatan bagi pena yang digunakan untuk menulis buku.

Habis Membaca, Terbitlah Menulis

Wahyu Al-Qur’an yang pertama kali turun (Q.S Al-Alaq: 1-5), memerintahkan manusia untuk iqra’ (membaca). Karena dengan membaca, manusia dapat mengetahui apa yang tidak diketahuinya (a’lamal insanna ma lam ya’lam). Lantas apa dengan menggunakan perantara membaca saja cukup?

Disebutkan pada surah Al-Alaq tersebut, bahwa Allah mengajarkan manusia melalui perantara qalam (alladzi ‘allama bil qalam). Ini menunjukan antara membaca dan qalam, terdapat hubungan pertalian yang tidak dapat dipisahkan.

Buya Hamka menjelaskan, bahwa dengan qalam lah ilmu dicatat. Ini pula yang terjadi pada kitab-kitab agama samawi. Termasuk Al-Qur’an yang turun di muka bumi, mulanya hanya hanya sebagai hafalan dan tercatat berserakan dalam berbagai catatan sampai akhirnya dijadikan satu mushaf hingga 14 abad ini.

Baca Juga  Ru’yatullah Menurut Sunni dan Mu'tazilah: Kritik Untuk Yasmin Karima

Dengan tersebarnya Al-Qur’an yang ditulis dalam mushaf tersebut, maka tumbuhlah ilmu-ilmu agama yang lain. Seperti Ilmu Tafsir, ilmu hadits, ilmu tarikh, ilmu qiraah, ilmu nahwu dan sebagainya. Semua itu karena dikembangkan dengan Nun, Wal Qalami Wa Ma Yasthurun. Yakni, dengan tinta, pena dan apa yang mereka tuliskan di atas kertas atas berbagai ragam pengetahuan.

Editor: Ananul Nahari Hayunah

Redaktur Tanwir.Id dan Mahasiswa Magister Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta